Skip to main content

Nilai-nilai Moral dalam Tembang Durma



A. Lirik dan Arti Tembang Durma
Pict. from ISI JOGJA Official Site
Bener luput ala becik lawan begja
cilaka mapan saking
ing badan priyangga
dudu saking wong liya
pramila den ngati-ati
sakeh dirgama
singgahana den eling
(Diyono, 1992: 38-39)

benar dan salah, untung dan rugi
ditentukan oleh diri sendiri
bukan orang lain
karenanya berhati-hatilah, Tuan
sekarang banyak tipu muslihat
sadar selalu, Tuan

B.  Makna Tembang Durma
Tembang Durma berisi tetntang kemarahan serta kekecawaan terhadap keadaan dimana moralitas dianggap tidak lagi penting. Ketika seseorang telah mendapatkan kebahagiaan, kejayaan, serta kehormatan, orang tersebut menjadi lupa. Tindakan yang sewenang-wenang dibenarkan, sehingga terjadi penindasan dimana-mana.
Dalam tembang Durma, masyarakat digambarkan mengalami kemunduran moral atau munduring tata krama. Dengan banyaknya kejahatan, penipuan, dan kesewenang-wenangan saat ini menunjukkan bahwa memang manusia sedang mengalami zaman edan. Keserakahan dan nafsu manusia yang menggebu-gebu membuat manusia menghalalkan segala cara. Demi kejayaan dan kebahagiaan yang hanya sementara, manusia bahkan melupakan batas antara benar dan salah, baik dan buruk, halal dan haram. Bahkan saudara pun dengan mudahnya ditipu.
Tembang Durma dikidungkan bukan tanpa alasan, tetapi sebagai sarana untuk mengantarkan masyarakat pada proses penyucian diri atau katarsis. Hal tersebut karena karya sastra (dalam hal ini tembang) berperan sebagai hiburan, sarana edukasi, refleksi, serta implikasi keadaan sosial dalam rangka membangun masyarakat (Luxemburg, 1986: 30).

Bener luput ala becik lawan begja cilaka
mapan saking badan priyangga
dudu saking wong liya

Batas antara benar dan salah telah luntur meskipun keduanya saling beroposisi. Dalam Ramalan Zaman Edan Ronggowarsito telah dijelaskan tentang hilangnya batas antara kebaikan dan kejahatan. Hal tersebut disebabkan oleh proses yang digunakan seseoang untuk mendapatkan kejayaan. Dengan menghalalkan segala cara, seseorang mencari kemakmuran.
Untuk memperjelas kembali batas antara dua sisi yang saling berlainan itu seseorang harus berkaca kembali pada dirinya. Karena dengan mengintrospeksi diri, kesalahan dan perbuatan buruk yang telah dilakukan seseorang dapat diperbaiki.

C. Nilai Moral dalam Tembang Durma
a.       Perbedaan antara Kebaikan dan Kejahatan
Batas antara baik-buruk, benar-salah, halal-haram perlu ditegaskan kembali. Hal tersebut tampak pada tindakan sewenang-wenang yang merajalela dan keserakahan manusia terhadap harta.

Bener luput ala becik
lawan begja cilaka

      Untuk dapat membangun karakter suatu bangsa harus dibedakan antara hal-hal yang baik dengan hal-hal yang buruk. Dengan ditegaskannya kembali batas antara keduanya akan lebih mudah bagi masyarakat untuk mencapai karakter yang lebih baik.

b.      Introspeksi dan Percaya Diri
mapan saking badan priyangga
dudu saking wong liya

Apabila seseorang melakukan kesalahan, seharusnya orang tersebut dapat menyadari kesalahan. Akan tetapi jika tidak, maka introspeksi perlu dilakukan orang tersebut. Kebaikan dan keburukan suatu perbuatan dapat dilihat pada diri sendiri. Dengan mengintrospeksi diri, seseorang akan mampu memperbaiki diri. Proses introspeksi diri tersebut dapat dikatakan sebagai proses katarsis.
Confidence atau rasa percaya diri tampak pada gatra kedua dan ketiga. Nasib seseorang ditentukan oleh diri orang tersebut, bukan dari orang lain. Upaya yang bersifat personal membuat pencapaian setiap orang menjadi berbeda-beda.

c.       Waspada, Sadar, dan Berhati-hati
Di zaman yang serba sulit dan keras ini, masyarakat harus terus waspada dan mawas diri. Siapapun dapat berbuat kejahatan. Kewaspadaan berbeda dengan rasa curiga dan prasangka buruk. Masyarakat diminta untuk tetap waspada karena begitu marak tipu daya yang dilakukan. Bahkan, sesama saudara dapat saling menjatuhkan, saling menyerang, dan saling menipu satu sama lain demi tujuan-tujuan yang hendak dicapai.
pramila den ngati-ati
sakeh dirgama
singgahana den eling

D. Keterkaitan Tembang Durma dengan Pembentukan Karakter Bangsa
Nilai-nilai positif dalam tembang Durma memiliki peran dalam membangun karakter bangsa. Masyarakat Jawa sebagai pemiliknya telah mengamini dan membenarkan isi tembang Durma. Tentang kehidupan yang mengalami kemunduran, juga dibenarkan.
Kerusakan moral terjadi bukan hanya baru-baru ini. Isu   bahkan sudah pernah didengungkan oleh Ronggowarsito. Dalam serat-seratnya, Ronggowarsito meramalkan datangnya zaman yang sarwa kawalik atau serba terbalik. Bahkan disebutkan juga bahwa sing ora edan ora kaduman (yang tidak gila tidak dapat bagian).
Inilah zaman yang pernah diramalkan Ronggowarsito baratus tahun yang lalu. Zaman dimana orang benar disalahkan dan orang salah dibenarkan. Yang putih menjadi hitam yang hitam menjadi terang.
Akan tetapi, bukan berarti masyarakat tidak akan mampu lepas dari permasalahan tersebut. Masyarakat bisa saja lepas dengan tetap menjaga hati dan pikiran. Bukan dengan mengobarkan nafsu.
Berbagai cara dilakukan para orang tua dan guru demi menyelamatkan putra-putrinya dari kemunduran moral. Salah satunya melalui pengajaran nilai-nilai kehidupan. Nilai-nilai tersebut dikemas dalam bentuk yang tidak menggurui, sehingga lebih mudah diterima oleh anak.
Berdasarkan teori determinisme psikis dan determinisme lingkungan, telah jelas bahwa pengajaran yang dilakukan oleh orang tua sangat besar perannya terhadap karakter seseorang. Nilai-nilai yang ditanamkan oleh orang tua diterima, dipelajari dan kemudian diserap oleh anak, sehingga ketika anak mengalamai suatu permasalahan, nilai tersebut dapat berguna karena telah tertanam dan menjadi karakternya.
Akan tetapi, pengaruh lingkungan juga dominan dalam pembentukan karakter. Ketika lingkungan seseorang mendukung untuk tindakan-tindakan positif, maka orang tersebut akan memiliki karakter yang positif, begitu pula sebaliknya.
Tembang Durma mengajarkan seseoran (bangsa Jawa) untuk terus waspada dan mawas diri, karena lingkungan telah dipenuhi dengan tipu daya. Meskipun lingkungan telah rusak moralnya, seseorang harus tetap mampu menjaga diri, karena untung-rugi serta keselamatan seseorang tidak ditentukan oleh orang lain, melainkan oleh diri sendiri.


E. REFERENSI
Covey, Stephen R.. 2004. The 7 Habits Effective People. New York: Simon & Amp. 
Diyono. 1992. Tuntunan Lengkap Tembang Macapat. Sukoharjo: Candra Karya. 
Dwi Susanto. 2012. Pengantar Teori Sastra. Yogyakarta: CAPS. 
Faruk. 1994. Pengantar Sosiologi Sastra: dari Strukturalisme Genetik sampai Post Modernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar 
Jan van Luxemburg, Mieke Bal, dan Willem G. Weststeijn. 1986. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia. 
Rene Wellek dan Austin Warren. 1993. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 
Teeuw, A.. 1988. Sastra dan Ilmu Saatra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya. 

Comments

  1. Nice banget sangat membantu😁 tetap semangat buat nulis blog kak

    ReplyDelete
  2. Terimakasih, aku mencari kata kunci bener luput olo becik lawan bejo... Kutemukan tulisan ini...
    Matursuwun

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Sekilas tentang Eiffel Tolong - Clio Freya (bagian 1)

Sebuah novel yang saya beli ketika SMP telah memikat saya dengan konten yang bertema romansa remaja yang tidak se-enteng novel remaja lainnya. Yakin, deh, Sista juga akan berpendapat kurang lebih sama dengan saya ketika membaca buku ini. Serial petualangan dan romansa gubahan Clio Freya akan memberikan kamu sensasi berbeda. Adrenalin kamu akan ikut terpacu setiap kali membayankan tenrang jalan hidup seorang Fay Regina Wiranata yang tidak mudah. Semula hidup Fay baik saja, normal, tanpa kejanggalan. Hanya rasa sepi yang sering ditemuinya karena kedua orang tuanya yang terlampau sibuk dengan pekerjaan serta perjalanan bisnis mereka. Dalam ketiga serialnya, Fay disebutkan memiliki tiga sahabat baik: Cici, Dea, dan Lisa. Berlibur ke Paris membuat teman-teman Fay iri berat, apalagi sendirian. Fay awalnya menikmati perjalanannya berkeliling Paris saat secara mengejutkan ia disergap dan diculik oleh pria gila bernama Andrew McGallaghan. Pertemuan itu seketika mengubah hari-hari bah

Sepenggal Sejarah di langit Kademangan Jebres, tahun 1825.

Suasana di kraton Surakarta makin memanas, Perang Jawa makin bergelora dan melebarkan pengaruh hingga tlatah kraton Surakarta. Sinuhun Paku Buwono VI yang simpati dengan perjuangan Pangeran Diponegoro berpikir keras agar dapat membantu perjuangan tetapi beliau tidak mau dukungannya itu diketahui oleh pihak Belanda. Untuk itu beliau merubah fungsi menara hilal di dataran tinggi Gunung Kendil menjadi menara pengintai Beteng Vastenburg yang merupakan tangsi pasukan Kompeni Belanda. Sebagai kelengkapan juga dibentuklah satuan prajurit telik sandi (pasukan pengintai) yang berjumlah tujuh orang. Sebagai senopati pasukan telik sandi itu adalah Taruna yang kemudian mendapat anugerah nama menjadi Ki Joyo Mustopo dan wakilnya adalah Suryo Padmo Negoro. Prajurit telik sandi ini merupakan pasukan berani mati yang diberi nama pasukan Balkiyo. Pasukan telik sandi yang bermarkas di menara hilal Gunung Kendil, bertugas mengawasi kegiatan Belanda di Beteng Vastenburg secara jarak jauh deng