Suasana di kraton Surakarta makin
memanas, Perang Jawa makin bergelora dan melebarkan pengaruh hingga tlatah
kraton Surakarta. Sinuhun Paku Buwono VI yang simpati dengan perjuangan
Pangeran Diponegoro berpikir keras agar dapat membantu perjuangan tetapi beliau
tidak mau dukungannya itu diketahui oleh pihak Belanda.
Untuk itu beliau merubah fungsi menara hilal di dataran
tinggi Gunung Kendil menjadi menara pengintai Beteng Vastenburg yang merupakan
tangsi pasukan Kompeni Belanda.
Sebagai kelengkapan juga dibentuklah satuan prajurit telik
sandi (pasukan pengintai) yang berjumlah tujuh orang. Sebagai senopati pasukan
telik sandi itu adalah Taruna yang kemudian mendapat anugerah nama menjadi Ki
Joyo Mustopo dan wakilnya adalah Suryo Padmo Negoro. Prajurit telik sandi ini
merupakan pasukan berani mati yang diberi nama pasukan Balkiyo.
Pasukan telik sandi yang bermarkas di menara hilal Gunung
Kendil, bertugas mengawasi kegiatan Belanda di Beteng Vastenburg secara jarak
jauh dengan menggunakan teropong Van Bosch.
Stasiun Solo Jebres |
Hasil pengintaian itu kemudian dilaporkan ke markas
penyusunan strategi perang pasukan Laskar Diponegoro di hutan Krendo Wahono.
Karena di hutan itu sering diadakan pertemuan antara Sinuhun Paku Buwono VI
yang menyamar menjadi Kiai Bangun Tapa dengan Pangeran Diponegoro atau
utusannya.
Sehingga tidak jarang Ki Joyo Mustopo harus hilir mudik
dengan mengendarai kuda antara Gunung Kendil, hutan Krendo Wahono dan bahkan
menempuh perjalanan ke Gua Selarong di Yogyakarta.
Berkat jasa para telik sandi ini pihak Belanda sering
mengalami kekalahan dalam berbagai pertempuran. Menyadari akan hal itu, Belanda
pun berusaha memperkuat pasukannya dengan mendatangkan prajurit baik dari
negeri Belanda maupun merekrutnya dari penjuru nusantara.
Penambahan laskar itu merupakan ancaman besar bagi
perjuangan Pangeran Diponegoro. Maka tidak ada jalan lain bagi laskar pejuang
itu selain merekrut para pemuda bergabung dengan laskar Pangeran Diponegoro
untuk berjuang mengusir Kompeni Belanda.
Prajurit telik sandi di Gunung Kendil pun tidak mau
ketinggalan. Pada tanggal 23 September 1827; Ki Joyo Mustopo menggelar
pendadaran pemuda di sekitar Gunung Kendil. Para pemuda itu digladhi
untuk menjadi pasukan pengintai yang tangguh.
Agar tidak menjadi pusat perhatian pihak Belanda, kegiatan
itu dikemas dalam acara makan bersama (kembul bujana) dengan nasi kaul berupa
nasi yang ditaruh pada sebuah encekan (anyaman dari bambu) sehingga nasi
itu terkenal dengan sebutan sega
encekan.
Benteng Vastenburg |
Di tengah-tengah berlangsungnya acara itu, datanglah kabar bahwa
akan rawuh tamu besar dari Sanggrahan untuk turut bergabung. Sanggrahan adalah
sebuah tempat persinggahan Sinuhun yang berada di tepi sungai Bengawan, tempat
itu merupakan tempat plesiran Sinuhun dan sentana kraton Surakarta.
Mendengar kabar menggembirakan itu; Ki Joyo Mustopo segera mapag
(menyambut) sendiri tamu yang akan hadir itu. Dan benar, yang hadir adalah Kiai
Bangun Tapa atau Sinuhun Paku Buwono VI yang merupakan Raja Surakarta
Hadiningrat.
Selanjutnya tempat bertemunya Ki Demang Joyo Mustopo dengan
Kiai Bangun Tapa itu kini terkenal dengan sebutan kampung Mapagan.
Sukses sudah Ki Joyo Mustopo merekrut para pemuda di sekitar
Gunung Kendil untuk menambah kekuatan laskar telik sandi Balkiyo. Atas
keberhasilan itu, Sinuhun Paku Buwono VI pun merasa bangga.
Dan pada kesempatan itu, Sinuhun Paku Buwono VI untuk
mengelabuhi pihak Belanda mengukuhkan Ki Joyo Mustopo sebagai Demang di wilayah
tepi Sunga Bengawan hingga menjorok ke wilayah Sana Sewu. Strategi itu
dilakukan karena Belanda telah mengetahui bahwa wilayah di tepi sungai Bengawan
itu merupakan wilayah persembunyian para telik sandi. Pihak Belanda menyebut
wilayah itu lahan hutan atau land forest.
Bersamaan waktu, di sekitar tangsi Lemah Abang ada sebuah
pabrik pengolahan keju bernama Victory milik seorang pengusaha Belanda bernama
Tuan Victor J Pressen. Seorang tuan Belanda yang cukup peduli dengan kaum
pribumi.
Wilayah Kademangan Jebres merupakan lumbung pangan
(pedaringan) dan peternakan (banyak terdapat kandang sapi).
Kirab Kademangan Jebres |
Lidah Jawa terlalu sulit menyebut land varest ataupun
J Pressen yang akhirnya hanya tersebut sepenggal kata; Lanfres ataupun J-pres. Maka lambat laun seiring
bergulirnya waktu, wilayah tepi sungai Bengawan itu terkenal dengan sebutan
Kampung Jebres.
Bahkan tempat yang awalnya berupa alas bebondotan
(hutan belantara) itu akhirnya ramai dipadati penduduk. Berikut ini adalah beberapa tempat yang memiliki peran penting di Kecamatan Jebres, Kota Surakarta :
2.
2. ISI SOLO
3.
3. UNS
Sumber :
Comments
Post a Comment