Sejak pagi tadi, aku memulai kegiatan sepeti biasa. Layaknya anak gadis yang lain, pagi hari adalah saat yang paling melelahkan karena beban tugas harian yang harus dikerjakan. Karena hari ini libur, kusempatkan diri melanjutkan bab ke delapan draft novel di laptop. Di antara semua kalimat yang tersusun, terbayanglah satu kalimat tentang mimpi.
Pict. from www.thecrispycorner.com |
Seiring bejalannya waktu, impian-impian yang dulu terasa dekat dan nyata itu semakin pudar. Beberapa di antaranya pupus karena kesadaran dan logikaku sendiri. Ketika SMP aku mempersempit impianku. Aku akan jadi seorang penulis. dan impian itu yang jadi pedoman hingga aku memasuki perguruan tinggi.
Memilih jurusan Sastra Indonesia bukanlah sesuatu yang ringan. Masuk perguruan tinggi ini membuatku tampak prestisius. Orang-orang tampak kagum ketika mereka mendapatkan jawan bahwa aku kini kuliah di salah satu perguruan tinggi ternama di Indonesia. Tetapi ketika tahu jurusan yang kuambil, cibiran yang muncul.
"Mau jadi apa masuk sastra?" demikianlah yang orang katakan.
Dalam hati kutekaskan, bahwa aku harus mampu menutup mulut orang-orang itu dengan karya yang aku ciptakan. Bukankah sekarang Siapa pun Bisa Jadi Apa pun? Bahkan Sarjana Pertanian pun bisa jadi eksekutif di bank.
Lihat dan Saksikanlah, keberhasilan yang sebentar lagi akan kuraih. tidak peduli sekeras apa jalan yang aku tempuh, setajam apa krikil yang menghalau langkahku, akan kutunjukkan bahwa aku mampu.
Comments
Post a Comment